Jakarta 19 juni 2019,
Pameran lukisan I Gusti Nyoman Lempad di gelar Salihara pejaten 19 juni - 7 juli 2019.
Menampilkan beberapa koleksi lukisan Lempad dari Daniel Yusuf, Guntur Santosa dan Anak Agung Gede Rai.
Konsep, ide dan gagasan pameran ini digarap oleh Yoke Darmawan , Restu I .Kusumaningrum dan E.A. Natanegara.
Kegiatan di Komunitas Salihara di prakarsai oleh Yoke Darmawan, Jean Couteau dan Nirwan Dewanto.
I Gusti Nyoman Lempad adalah seorang maerstro , sekaligus tokoh pembaharuan seni lukis tradisio9nal Bali bergerak . Lukisannya menampilkan '" gaya transpormasi " ketika estetika seni lukis klasik Bali bergerak menuju modern.
Lempad lahir tidak diketahui waktu dan tempatnya, diperkirakan sekitar 1862. Iya menikah ketika krakatau meletus pada 1883. Lempad meninggal pada usia 116 tahun. Karyanya mencerminkan pengalaman filosopi hindu Bali yang diterapkan melalui pendengaran ( Sruti) sehingga tema temanya lukisan yang sangat luas dan lahir dari penghayatan yg dalam .
Pada periode awal , Lempad berkarya dengan mengambil ilham dari cerita klasik , lalu secara perlahan karyanya berkembang ke gaya yang kebih bebas yakni ketika dunia spiritual berhambur harmonis dengan rutinitas sehari hari.
Ciri khas Lempad yang jelas terlihat di setiap karyanya dalam ' Sederhana ' n0amun unik. Iya selalu menggunakan warna hitam diatas kertas putih dan namun menonjolkan kekuatan garis .
Iya jarang menggunakan warna , kecuali untuk memperkuat aksen tertentu. Beberapa warna yang dia gunakan adalah merah, putih dan hitam, juga sedikit aksen warna emas yg merupakan bentuk penghayatan nilai filosopi Tridatu ( merah, putih , hitam)
Berpadu dengan nilai ke - Illahian yg disimbulkan dengan peradaban ( emas ).
Selain pelukis , Lempad adalah seorang ahli arsitektur bangunan tradisional Bali ( undagi) , pembuatan perangkat upacara ( Saging ) pematung , pembuat topeng, pembuat figur wayang dan element upacara ngaben. Tindakan penciptaanya terkait erat dengan dunia spiritual.
PAMERAN KARYA LEMPAD
Jika dalam sastra ada dua naskah dari Indonesia yang menjadi perbincangan di kancah dunia internasional yakni, serat Centehini dan La galigo, puisi epos penciptanya maka karya karya Lempad adalah simbol budaya bali sebagai jendela unggulan Indonesia menuju dunia.
Konsep pameran ini adalah memperkenalkan karya karya Lempad yg berjiwa Bali namun pikiran dan karyanya universal. Berkesenian bagi Lempad adalah " Ngayah" , suatu konsep yg sudah banyak ditinggalkan di jaman sekarang, ketika berkesenian sebagai mata pencaharian. Bagi Lempad , berkesenian adalah jalan spiritual.
Lempad meninggalkan banyak karya dalam keadaan seperti belum selesai, namun itu " Selesai " adalah milik Tuhan, dan dengan karya yang tidak diselesaikan , iya berharap generasi berikutnya akan menyelesaikannya , sehingga tradisi akan terus terpelihara.
Menurut Daniel Yusuf , salah satu kolektor karya Lempad," sejak usia 15 thn. Saya mengenal lukisan Lempad. Awalnya saya hanya memiliki 5 buah di tahun 1995 , tapi sekarang saya mengoleksi sudah kebih dari 100 lukisan . Bagi saya Lempad adalah maestro dan jenius dalam bentuk tarikan garis. Saya mengoleksi lukisan adalah salah satu bentuk kecintaan pada dunia seni rupa..dalam hal ini seni lukis karya Lempad. Saya tidak pernah mengoleksi karya seni itu dari sebuah trend ataupun harga. Awalnya saya mengoleksi lukisan Lempad di tahun 1995 itu tidak ada orang yg mengapresiasi lukisan Lempad saat itu. Saya memiliki / mengoleksi lukisan Lempad karena betul2 saya menyukai lukisan Lempad.
Banyak orang menyatakan dirinya kolektor. Padahal bukan. Mereka membeli pada saat trend saja...sehingga pada saat harga lukisan mahal dan beli jatuh mereka tidak mau koleksi lagi. Bagi saya itu bukan kolektor, tapi investor.
Kalau saya mau ada harga maupun tidak bukan persoalan. Kalau lukisan Lempad menjadi mahal itu bagi saya adalah bonus... lebih dari itu saya memcoba untuk terus berusaha mengapresiasi lukisan lukisan Lempad yang sudah di apresiasi oleh bangsa luar tapi di negri sendiri tidak". Tandas Daniel.
Tidak ada komentar
Posting Komentar