![]() |
Vera Revanza Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang. |
Catcalling termasuk dalam bentuk pelecehan secara verbal yang disepelekan banyak orang, tidak dapat dipungkiri di zaman sekarang masih banyak orang yang menganggap hal tersebut sebagai candaan atau iseng-iseng belaka. Bahkan pelaku sering melakukan jenis pelecehan ini ditempat umum dan tidak hanya dilakukan sendiri tetapi dapat dilakukan secara bergerombol, pelaku catcalling disebut catcaller.
Padahal, catcalling ini sangat mengganggu walaupun terkadang terselip kalimat pujian seperti "Hei Cantik!", namun kalimat tersebut membuat seseorang merasa tidak nyaman dan ucapan lain seperti "Jalan sendirian saja", "Mau pergi ke mana?", "Mau ditemenin ga?", "Judes amat!". Selain itu, catcalling juga dapat dilakukan hanya dengan kicauan seperti burung, atau bercandaan segerombol orang yang bilang "Hei, ada yang mau kenalan nih!", serta mengucapkan kata-kata yang merendahkan dan menilai penampilan perempuan dan masih banyak lagi.
Sekarang, orang yang melakukan catcalling dapat dikenakan sanksi hukum. Setelah disahkan pada 12 April 2022, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dianggap mampu melindungi hak-hak korban pelecehan seksual. UU ini terdiri dari 93 Pasal dan 58 halaman, diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kokoh terhadap semua jenis tindakan pelecehan seksual, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Di samping UU TPKS, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga memuat Pasal 289-296 yang berkaitan dengan perilaku cabul yang dapat menangkap pelaku, meskipun terminologi tersebut masih sesuai dengan kejadian catcalling yang mengandung unsur seksual. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana No. 44/2008 tentang Pornografi menegaskan bahwa perilaku catcalling dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini tercantum dalam Pasal 34-35 yang secara tegas mengatur hukuman bagi pelaku catcalling.
Meskipun demikian, seringkali terjadi di masyarakat bahwa ketika seseorang menjadi korban suatu perbuatan, ia justru dituduh sebagai pelaku. Hal ini disebabkan oleh stigma negatif yang melekat pada korban, seperti berpakaian provokatif atau sering keluar di malam hari. Bahkan, catcalling tidak hanya terjadi pada ciri tersebut saja, namun yang menggunakan pakaian tertutup juga menjadi korban catcalling. Karena stigma ini, para korban seringkali enggan dan takut untuk melaporkan kejadian tersebut. Selain itu, sulit untuk membawa kasus ini ke pengadilan karena lemahnya dasar hukum atau kurangnya bukti yang kuat.
Bentuk pelecehan verbal yang sering disebut catcalling semakin sering terjadi di sekitar kita tanpa disadari, namun istilah ini masih terbilang asing bagi masyarakat umum. Bahkan, ketika ada orang lain yang menjadi korban catcalling, orang di sekitarnya masih sering mengabaikannya dengan menganggap bahwa tindakan tersebut hanya bercanda belaka. Namun, tidak ada hubungan antara pelecehan verbal catcalling dengan sebuah lelucon karena tetap saja korban merasa tidak nyaman dan terancam.
Seperti kasus yang terjadi pada seorang perempuan pengemudi sepeda motor dengan inisial R (22) diduga menjadi korban tindakan pencabulan atau pelecehan secara verbal "catcalling" oleh pengemudi truk (pikap) pada hari Rabu 16 November 2022.
R menceritakan bahwa insiden dimulai ketika ia sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja dan tiba-tiba didekati oleh pengemudi truk (pik up) di Jalan Nusantara, Pancoran Mas, Depok, sekitar jam 13.40 siang.
Tidak lama setelah kejadian tersebut, pengemudi segera memanggil R dan mencoba untuk menyentuhnya. "Ketika saya sedang mengendarai sepeda motor dari arah kanan, tiba-tiba pengemudi pikap mendekati saya dari arah kiri dan memanggil, "Kamu, datanglah ke sini", setelah itu tangannya muncul dari jendela pintu," kata R saat diminta konfirmasi pada Rabu 16 November 2022.
R berlari cepat untuk menghindari pelaku dengan menyalip kendaraannya. Namun, sopir pikap tak menyerah dan terus membuntuti R hingga pelecehan terjadi lagi di flyover Arif Rahman Hakim. Pelaku mengeluarkan kalimat-kalimat seksisme kepada korban, yang diucapkan berkali-kali. "Terus di turunan flyover, dia (pelaku) mepet saya lagi dari kiri dan mengatakan, "Sayang, buka bajumu dong'" cerita R menirukan ucapan pelaku. Menurut R, pelecehan verbal dari sopir pikap terus berlangsung sepanjang perjalanan menuju tempat kerja di Margonda.
Ini membuat R sangat marah. Namun, pengemudi pikap itu tidak menghiraukan kekesalan R. "Saya merasa sangat kesal dan marah pada saat itu. Akhirnya, saya berteriak, tetapi dia (pengemudi pikap) tetap berani menatap wajah saya dan berkata, "Sayang, ayo dekatkan diri'," kata R.
R tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dia kemudian turun dari sepeda motor, mengeluarkan ponselnya untuk merekam pelaku. "Saya tidak bisa menahan emosi saya lagi. Kebetulan saya memegang ponsel saya, jadi saya langsung berhenti dan merekam serta mengambil foto dari pelaku," ujar R.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebut pelecehan seksual tercantum sebagai kejahatan kesusilaan atau pelanggaran kesusilaan. Catcalling merupakan salah satu jenis pelecehan seksual yang banyak digunakan saat ini. Tindakan mana yang dilakukan secara verbal atau visual tertentu terhadap apa yang pelaku persepsikan pada objek atau korban.
Perempuan yang menjadi sasaran pelecehan verbal "catcalling" tersebut belum tentu merasa aman dan nyaman. Korban kemudian akan mengalami masalah emosional, yang akan berdampak pada kehidupan sosial mereka. Korban dapat mengalami kecemasan, stress, depresi, bahkan pikiran untuk bunuh diri sebagai akibat dari trauma yang terjadi pada dirinya. Tentu saja, dari perspektif hukum Indonesia, hal ini harus mendapat pertimbangan serius.
Sangat jelas dari penjelasan di atas bahwa pelecehan seksual adalah jenis kejahatan yang memerlukan undang-undang yang lebih tegas untuk melarang tindakan tersebut. Kita harus menyadari bahwa tindakan catcalling ini dapat mengakibatkan perselingkuhan atau jenis kekerasan seksual lainnya. Karena hanya ada sedikit bukti, umumnya sulit untuk membuktikan perbuatan pelecehan verbal "catcalling".
(Tugas Opini)
Tidak ada komentar
Posting Komentar