BUNGA BUBUKUAN (StrobilanthesCernua Blume)

PostJakarta
0


(Strobilanthes Cernua Blume)

"Sekali berarti, sesudah itu mati", adalah kutipan salah satu sajak dari sang maestro Chairil Anwar.

Kutipan sajak tersebut sangat bersinonim sekali dengan kisah hidup tumbuhan ini (bunga Bubukuan - Strobilanthes Cernua Blume). Bubukuan yang termasuk kedalam famili tumbuhan Perdu, yang juga merupakan tumbuhan endemik kaki gunung Gede Pangrango. Tingginya bisa mencapai 2,5 (dua setengah) meter. Dalam hidupnya  ia berbunga hanya satu kali, selepas itu.... mati.
Tetapi, sebelum mati ia (Bubukuan) akan menjatuhkan biji (bakal benih), yang perlahan akan tumbuh. Setelah 9 (sembilan) tahun biji tadi akan menjadi Bubukuan dewasa yang siap untuk berbunga dan menjemput mati.
Dalam dunia Botani, tumbuhan ini disebut MONOKARPIK.

Siklus itu pertama kali dicatat oleh seorang ahli/ peneliti flora pegunungan di jawa, yang berkebangsaan Belanda, yaitu Van Steenis. Dalam catatannya ia menarik kesimpulan dari data yang dia dikumpulkan mulai rentang tahun 1902 sampai 1956, dimana menurut dia, setiap 9 (sembilan) tahun sekali, gunung Gede Pangrango berhiaskan koloni bunga Bubukuan yang serentak mekar bunganya. "Gede Pangrango seperti berbalut busana pengantin", tulis Van Steenis. Putih berkilau ditimpa sinar matahari pagi. Dan disini mencatat sebagai "Sakura Sarongge" bermekaran.

Alhamdulillah saya beserta tim, berkesempatan untuk menyaksikan nuansa indah ini. Dimana hal ini mungkin akan bisa kembali terulan 9 (sembilan) tahun kedepan (2028). #sakurasarongge....

Deden OM...
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)