LEMBAR BUDAYA: Embi C. Noor : 3 FESTIVAL FILM PENTING INDONESIA

PostJakarta
0


 

Festival Film Bandung 2020 (FFB2020) telah usai. FFB tahun ini diselenggarakan dalam situasi dan kondisi sosial yang berat. Kegiatan sosial di hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia; beku – akibat terisolasi oleh ancaman pandemi virus Corona atau biasa disebut Covid-19. Karena Covid-19 maka FFB2020 diselenggarakan dengan cara khusus dan mengikuti aturan protokol kesehatan.

 Malam anugerah pembacaan para penerima penghargaan yang selama ini dilaksanakan dengan gegap gempita dengan panggung membahana, saat ini dilakukan ‘menyepi’ nun di sebuah gedung yang jauh daro keramaian kota Bandung, yaitu Gedung Budaya Sabilulungan, Soreang, Kabupaten Bandung. Acara hanya dihadiri undangan sangat terbatas karena sebagian besar undangan mengikuti jalannya seluruh rangkaian acara dari rumah dan tempat masing-masing melalui jaringan internet. FFB2020 adalah FFB yang ke 33 – FFB mulai diadakan pada tahun 1987.

 Di usianya yang telah melewati seperempat abad, ada beberapa hal perlu disampaikan. Sesuatu yang telah lama muncul dalam fikiran dan rasanya memang perlu disampaikan – selain sebagai ucapan selamat pada seluruh fihak yang telah berhasil dan setia menjaga FFB tetap berlangsung hingga saat ini, juga karena pemikiran bahwa FFB, sebagai salah satu festival film tertua di Indonesia setelah FFI, adalah bagian penting dari ekosistim perfilman yang sedang dirintis. Disamping itu sebagai ucapan terimakasih kepada FFB 2020 yang telah memberi Penghargaan Khusus yang saya terima; Hatur nuhun. Festival pada dasarnya adalah sebuah perayaan. FFB adalah perayaan yang diadakan oleh Forum Film Bandung. Perayaan insan film sekaligus dijadikan ajang pemberian penghargaan predikat terbaik dalam berbagai bidang profesi film, yang di FFB disebut ‘Yang Terpuji’. Festival film penting di Indonesia saat ini ada di tiga kota besar, yaitu: Festival Film Indonesia (FFI) identik sebagai festival film Jakarta, saat ini di selenggarakan oleh Kemendikbud dan dilaksanakan oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI) - FFI diselenggarakan sejak tahun 1955 dan malam penghargaannya diadakan tidak hanya di Jakarta tapi berpindah-pindah di propinsi yang dipilih oleh panitia pelaksana; Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) digelar di kota Jogja setiap tahun sejak 2006. FFB di kota Bandung yang diadakan sejak tahun 1987.

 Nilai penting dari ketiga festival film tersebut didasari beberapa pertimbangan subyektif. Pertama, FFI yang identik dengan festival film Jakarta penting kerena pertimbangan historis, kota Jakarta adalah tempat lahir, tumbuh, dan berkembangnya perfilman di Indonesia. Hingga saat ini, produksi film untuk bioskop dan juga organisasi profesi perfilman terbanyak berada di Jakarta juga keberadaan Akademi Sinematografi LPKJ yang sekarang bernama Fakultas Film dan Televisi IKJ. NETPAC yang diadakan di Daerah Istimewa (DI), Jogja sangat potensial mengambil peran budaya. Jogjakarta adalah kota yang berhasil melakukan sinergi budaya yang unik dan progresif sehingga Budaya Jawa di kota Jogja, tampil sebagai ‘tuan rumah’ yang sangat Jawa tapi dalam rasa ruang Indonesia yang juga kental. FFB ada di kota yang kondang dengan jukukan Paris van Java.

 Di kota Bandung ada ITB, kampus tua yang identik dengan gerak ilmu dan teknologi Indonesia. Kawasan kota Bandung yang indah, sejuk, masyarakatnya yang fashionable. Kota Bandung dekat dengan Ibu Kota Jakarta, dan ini implikasinya sangat penting. Secara populer, disadarai atau tidak disadari, kota Bandung sejak abad 19 sampai saat sekarang terus tumbuh semakin percaya diri sebagai kawasan yang kental dengan aroma modern barat (ekonomi dan ilmu). Dengan merujuk pada kenyataan tersebut, rasanya tidaklah berlebihan jika berharap; agar ketiga festival film besar, yaitu FFI, NATPAC, dan FFB menjadi festival film yang menjadi ekspresi kerja budaya kotanya. Maka dengan demikian; FFI menjadi festifal film yang menempatkan film sebagai bagian dari Industri Budaya, NATPAC menjadi festival yang mencermati Film Sebagai Dialog Tradisi Budaya, dan FFB film festival film yang mengamati Film dari sudut pandang Seni dan Ilmu Pengetahuan (science & art). 

 Industri film industri budaya, klasik, pop, dan kontemporer. Kekayaan ragam budaya yang ada di Indonesia adalah sumber, ‘bahan baku’ Perfilman Nasional. Kita bisa bercermin pada sejarah film terkait dengan keragaman budaya. Ketika lahir seorang kreator film baru yang menyuguhkan karya film yang berbeda dari film Hollywood yang rutin, pencinta film seluruh dunia gempar dan menyambutnya dengan penuh suka cita. Satyajit Ray, Kurozawa, Metin Erksan, Majid Majidi, Zhang Yimou, dan yang terbaru adalah Bong Joon-ho, kehadiran karya film mereka disambut dunia dengan sorak gembira, dunia film merayakannya seolah merayakan datangnya hujan setelah musim kemarau panjang.

 Indonesia dengan kekayaan ragam budaya bahasa, musik, tari, rupa, adalah sumber inspirasi dan kreatifitas. Untuk kemajuan perfilman Indonesia kita memiliki undang undang perfilman, direktorat film, perusahaan film negara, dan beberapa lembaga pendidikan perfilman, selain tokoh-tokoh perfilman yang kompeten dalam berbagai bidang profesi perfilman. Indonesia juga kaya seniman besar seni drama, musik, tari, rupa, dan sastera. Film di era digital global adalah media dialog antar budaya. Film Bhineka Tunggal Ika akan segera lahir, yaitu film hasil karya sineas dari berbagai suku bahasa nusantara. Film yang tidak lagi semata sebagai barang hiburan. Film budaya, film dengan keterampilan sosial dan wawasan ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi yang menampilkan berbagai ragam kekayaan bahasa gerak, citra, dan suara nusantara yang unik serta indah. 

Kemudian secara langsung berdialog, baik di lingkungan sendiri dan juga dengan lingkungan masyarakat dunia. Pandemi Covid-19 di internet telah menggebrak kesadaran masyarakat luas akan pentingnya kemampuan berkomunikasi dan membaca informasi dari berbagai bentuk karya media rekam sinematografis. 


Oleh: Embi C Noer Seniman musik , Penerima Penghargaan Life Achievement FFB2020) 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)