Ngobrol Bareng Legislator : Kiat-kiat Melawan Hoaks di Tengah Pesatnya Perkembangan Digital

PostJakarta
0


"Berita bohong, kabar palsu, atau biasa disebut hoaks, kini dengan mudahnya dijumpai oleh masyarakat di tengah pesatnya perkembangan dunia digital. 

Kabar hoaks tersebut, banyak sekali seliweran di media sosial. Jika tidak cermat dalam menyaring informasi, setiap pengguna akan terjerumus dengan kepalsuan kabar yang disebarkan oleh orang tak bertanggungjawab.

Untuk itu sebagai pengguna media sosial yang bijak, sebisa mungkin harus mampu berhati-hati memilah dan memilih informasi yang benar "

Jakarta,

Poto istimewa

Anggota Komisi 1 DPR RI, Farah Puteri Nahlia, B.A., M.Sc mengatakan, ada beberapa ciri hoaks yang sering dijumpai. Salah satunya, yakni berita yang mengakibatkan kecemasan, permusuhan dan kebencian. 

"Lalu sumber berita tidak jelas. Isi pemberitaan tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak tertentu. Seringkali bermuatan fanatisme atas nama ideologi. Judul dan pengantarnya provokatif. Lalu meminta supaya di-share atau diviralkan. Manipulasi foto dan keterangannya," papar Farah dalam Webinar bertajuk "Ngobrol Bareng Legislator : Kiat-kiat Melawan Hoaks" yang berlangsung pada Jumat (15/4/2022). 

Menurutnya, hoaks muncul karena didukung oleh kemajuan zaman yang telah membuat penyampaian informasi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal itu juga mendorong, seseorang mampu memproduksi informasi dengan begitu cepat melalui beberapa media sosial yang tidak dapat difilter dengan baik.

Farah pun mengajak kepada mssyarakat untuk menjadi netizen yang mau berjuang melawan hoaks. 

Sebab secara aturan, kata Farah, perbuatan memproduksi atau bahkan menyebarkan hoaks dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran. Tak tanggung-tanggung, hukumannya pun dapat berupa kurungan penjara. 

"Menurut UU No 1 tahun 1946 ada 3 bentuk pelanggaran dengan kualifikasi. Pertama, menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dapat dihukum 10 tahun. Kedua, menyiarkan berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyengka bahwa berita itu bohong, hukumannya 3 tahun. Ketiga, menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti dan mampu menduga bahwa kabar itu akan menerbitkan keonaran, dapat dihukum 2 tahun," paparnya. 

Dengan demikian, ia berharap agar netizen Indonesia kini dapat lebih cermat dan bijak dalam melakukan segala aktivitasnya di ranah digital, terutama melalui media sosial. 

"Tips agar tidak mudah termakan hoaks, di antaranya jangan mudah terprovokasi, baca sumber dari mana informasi berasal, perhatikan keaslian gambar atau video, dan tentunya jangan sebarkan," tuturnya. 

Jika menemukan konten hoaks, lanjut Farah, langsung saja dilaporkan.  

"Pertama langsung saja kita screen capture atay url link dan kirim ke aduankonten.id, atau aduankonten@mail.kominfo.go.id, atau juga WhatsApp ke nomor 081-1922-4545," paparnya. 

 

Poto istimewa

Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menjelaskan bahwa dalam hal ini, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. 

Menurutnya, Kemenkominfo memiliki  peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia. 

"Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia," pungkasnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)