Dampak Ekspor Pasir Laut Bagi Lingkungan Hidup . Oleh Wirdha Chaerunnisa:

PostJakarta
0


         

Wirdha Chaerunnisa Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang

 Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Jadi sudah kewajiban kita sebagai manusia untuk melestarikan lingkungan di sekitar kita agar terhindar dari kerusakan, pelestarian lingkungan hidup itu sendiri memiliki arti sebagai berikut pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

          Ekspor pasir laut ini sudah di berhentikan sejak tahun 2003 dengan alasan utamanya ialah menyebabkan kerusakan lingkungan akibat dari penambangan pasir laut. Saat itu banyak pulau-pulau kecil di Indonesia, terutama di sekitar wilayah terjauh dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau, tenggelam akibat penambangan pasir. Selain itu, larangan ekspor diberlakukan karena batas maritim Indonesia-Singapura belum ditetapkan. Proyek reklamasi di Singapura yang mengambil bahan baku pasir laut di perairan Riau, juga diperkirakan akan berdampak pada perbatasan wilayah kedua negara. sebagaimana ini disebutkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117 Tahun 2003.

           Sebelum pelarangan di berlakukan, Indonesia merupakan pemasok pasir laut terbesar untuk kebutuhan reklamasi Singapura. Ekspor pasir laut dari Indonesia ke Singapura rata-rata mencapai 53 juta ton per tahun antara tahun 1997 hingga 2002. Berdasarkan laporan PBB pada 2019, Singapura merupakan importir terbesar pasir laut di dunia. Dalam dua dekade, Singapura telah mengimpor 517 juta ton pasir laut dari tetangga. Kemudian, Malaysia mengikuti jejak Indonesia melarang ekspor pasir laut pada 2019. Saat itu, Malaysia menjadi pemasok utama pasir laut bagi Singapura.

           Tetapi baru-baru ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengolahan Hasil Sedimentasi Laut, yang mana didalam Peraturan Pemerintah tersebut di izinkan kembali ekspor pasir laut yang terdapat didalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah tersebut. Tentu ini mendapat penolakan dari berbagai lapisan masyarakat terutama bagi para nelayan yang mata pencahariannya di laut dan masyarakat yang tinggal didaerah pesisir pantai. Karena jika diizinkan kembali akan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang berpotensi dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil.

          Berdasarkan Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi: “Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Meskipun jika ingin melakukan ekspor laut harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan didalam Peraturan Pemerintah tersebut, tetapi tetap saja akan merusak lingkungan dan habitatnya. Karena mengubah kontur dasar laut, mempengaruhi pola arus dan gelombang laut. Selain itu, kerusakan yang dialami oleh masyarakat pesisir secara kelompok akan dipengaruhi langsung oleh perubahan ekologi akibat penambangan pasir laut.

           Penambangan pasir laut dapat meningkatkan turbulensi, yang menyebar peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 menekankan tentang dasar hukum pemanfaatan hasil sedimentasi, khususnya pasir laut, dengan mengedepankan keberlanjutan ekologi dan kepentingan negara. Dampak negatif ekspor pasir laut juga meningkatkan abrasi pantai and erosi pantai, Penyebab utama erosi pantai adalah hambatan gelombang yang tidak optimal dan banyaknya aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti perusakan karang pantai, penambangan mangrove, penambangan pasir, dan proyek konstruksi di sepanjang pantai. Selain itu, di beberapa daerah, faktor penyebab abrasi pantai ini adalah tindakan menggali pasir di sepanjang pantai  lalu sedimentasi yang diakibatkannya juga dapat mengganggu jalur pelayaran, yang pada akhirnya menghambat aktivitas ekonomi di laut. Selain itu, degradasi pasir laut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang dan biota laut. Belum lagi dampak sosial dari penambangan pasir laut, termasuk konflik antara aktivis lingkungan dan operator penambangan pasir laut.

           Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai kebijakan ekspor pasir laut lebih banyak berisiko negatif. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang izin tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beliau menjelaskan, ekspor diperbolehkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan. Namun, Martin mempertanyakan cara pengawasannya yang masih belum jelas.

(Wirdha Chaerunnisa Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang)

 

Referensi

• Kasim, Aryanti. “PENAMBANGAN ATAU PENGERUKAN PASIR LAUT.”

• https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/44816/t/Martin+Manurung%3A+Kebijakan+Ekspor+Pasir+Laut+Lebih+Banyak+Risiko+Negatif

• https://nasional.tempo.co/amp/1731789/izin-kembali-dibuka-setelah-20-tahun-ini-kilas-balik-pelarangan-ekspor-pasir-laut-di-indonesia

• https://ekonomi.republika.co.id/berita/rvi36r490/ekspor-pasir-laut-dibuka-lagi-siapa-yang-untung

• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(Tugas Opini)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)