FORUM KOMUNIKASI STUDI WAHANA ALUMNI PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA ADAKAN DIALOG PUBLIK

PostJakarta
0


Menyoroti Kondisi BUMN era Jokowi 2014 2019 Menakar Infiltrasi Radikalisme & ASN Eksklusif di BUMN

Jakarta 26 juni 2019 , Gedung Joang 45

Pengantar :
Bob R. Randilawe
(Penggiat Pancasila dan Kenegaraan)

"Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini mencanangkan Gerakan "pembersihan" di lingkungan Kementerian Keuangan RI. Langkah Menkeu itu kemudian diapresiasi tinggi oleh publik. Bahkan dinilai sebagai terobosan jitu yang mampu menjawab keresahan masyarakat terhadap fenomena keterpaparan faham radikalisme di kalangan birokrasi K/L (Kementerian/Lembaga), termasuk BUMN.

Yaitu keresahan atas infiltrasi faham radikalisme Anti Pancasila dari gerakan Tarbiyah/ISIS, HTl, d" yang menyusupi BUMN. Infiltrasi mendalam yang berkembang menjadi masalah kebangsaan dan

kenegaraan karena berpotensi subversif, yang oleh Menkeu Sri Mulyani diidentifikasi sebagai "ASN Eksklusif".

ASN Eksklusif adalah terminologi tepat yang diperkenalkan oleh Sri Mulyani yang mampu secara pas melukiskan kerawanan problem keterpaparan nilai-nilai Anti Pancasila, sehingga bisa memasyarakat dalam waktu singkat. Berbagai level dan tingkatan dalam masyarakat dengan mudah dapat mencerna dan segera mengenali kerawanan ideologis itu manakala memapar para Aparatur Sipil Negara (ASN) selaku birokrat penyelenggara pelayanan masyarakat. Terlebih lagi jika yang terpapar malah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

BUMN merupakan unsur Kementerian dan Lembaga (K/L) dan aset negara yang amat penting dan strategis. Dari BUMN itu, ekonomi nasional dipacu dan digerakkan. BUMN telah berhasil tampil sebagai "prime mover" pembangunan nasional.

BUMN pun telah menjadi kebanggaan nasional, bukan semata aset. Martabat bangsa telah "terdongkrak" dimata internasional oleh kiprah BUMN.

Dengan jumlah pegawai total BUMN lebih dari 2 juta (2.000.000) pegawai (ASN dan Outsourcing), BUMN telah menjadi sasaran dan target berbagai kelompok untuk dimanfaatkan sebagai "ATM", dalam arti negatif. BUMN pun tak terhindarkan menjadi sasaran penyusupan (infiltrasi) kelompok~ kelompok kepentingan.

Salah satu yang paling serius yang menjadi benalu BUMN adalah "kelompok politik" berjubah agama. Secara politik kelompok ini menjadikan BUMN sebagai basis kaderisasi dan kekuatan massa untuk dikerahkan demi kepentingan politik kelompok berjubah agama tadi. Hal inilah yang menimbulkan kerisauan berbagai pihak, baik pemerintah dan masyarakat luas.

lnfiltrasi tersebut harus dihentikan demi keselamatan BUMN itu sendiri karena peran strategisnya sebagai aset keekonomian negara. Jangan sampai BUMN malah memberi makan kepada sebuah "predator" nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila yang pada akhirnya akan meruntuhkan sendissendi kenegaraan, secara sistematis dan massif.

Untuk itu kini telah tiba saat bagi bangsa negara ini kémbali bersikap tegas, mempertahankan Pancas‘ila dan NKRI. Dahulu 53 tahun yang lalu negara bangsa ini tegas melarang faham komunisme yang bertentangan dengan Pancasila, yairu melalui Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta melarang kegiatan dan penyebaran ajaran komunisme. Maka kini pun kita harus kembali bersikap tegas, terhadap gerakan khilafahisme.

Tedy Wibisana
(Aktivis 80’an, KBR68H, Tempo TV, dun Kamisaris lndofarma)

"Terpaparnya BUMN oleh faham radikal yang diungkap BNPT maupun BIN, sebenarnya merupakan temuan berdasarkan berdasarkan riset yang dilakukan oleh P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Ruset itu dllakukan di 100 mesjid yang ada di Kementerian (35 Kementerian), Lembaga Negara (28 Lembaga) dan BUMN (37 BUMN).

Hasil Riset P3M Secara keseluruhan menunjukan bahwa: 41% masjid di lingkungan pemerintahan, baik di BUMN, Iembaga negara, maupun kementerian, terindikasi disusupi paham radikal. Secara rinci:

1. Untuk lembaga tinggi negara ada 30% (8 dari 28 masjid di Lembaga nggi Negara)

2. Untuk kementerian ada 34% (12 dari 35 Mesjid yang ada di Kementerian)

3. Untuk BUMN paling besar, yaitu 56% (21 dari 37 Mesjid BUMN)

Menurut definisi P3M, dianggap radikal karena:

1. Cenderung menganggap kelompoknya yang pallng benar dan kelompok lam salah; 2. Mudah mengkaf'lrkan kelompok |ain;

3. Tldak bisa menerima perbedaan, baik perbedaan yang berbasis etnis, agama maupun budaya. Penilalan derajat rad|ka|ismenya dari rendah, sedang sampai tinggi.

Radikallsme rendah artinya secara umum cukup moderat tetapi berpotensi radikal. Misalnya, dalam konteks intoleransi, khatib tldak setuju tindakan intoleran, tetapi memaklumi Jika terjadi intoleransi. ‘I’Ingkat radikallsmenya sedang, mlsalnya dalam konteks intoleransi, khatnb setuju tapi tldak sampai memprovokasi jamaah untuk bertindak intoleran. Level tertinggi di mana khatlb bukan sekadar setuju, tetapi juga memprovokasi umat agar melakukan tlndakan intoleran.

Bagaimana 'kebenaran' dari Riset tersebut? Riset itu bisa dirasakan kebenarannya dilihat dari:

1. UIama-ulama radikal, bahkan HTI mengisi kajian-kajian di mesjid-mesjid BUMN (Telkomsel, Mandlri), yg akhIrnya dIcoret/dlbatalkan karena adanya desakan publvk.

Keterllbatan pegawai BUMN dalam aksi-aksi polltlk identitas (alumni 212 dll). Termasuk ada karyawan lndofarma dldalamnya, yang dapat diluhat dari postlngan di akunedia sosial mereka.

Mereka masuk lewat orgamsasn ROhlS yg ada dI BUMN kemudian menyebar ke baglan-baglan lam.

2.

Pencegahan perluasan:

1. Pastlkan jangan beri kesempatan pada ulamaz radikal dan ulama terkalt HTI (terlarang) untuk ‘manggung' di BUMN

2. Dlreksi BUMN sudah dlkumpulkan, dan mendengar paparan BNPT mengenai upaya pencegahan masuknya faham radikal tsb. Kementenan BUMN harus pastlkan bahwa pertemuan itu ditindaklanjutl dlreksl sampal tingkat karyawan

3‘ Tldak blsa mengandalkan kesadaran dlreksi utk ha! tsb, mengmgat _pencegahan terhadap radlkahsme tldak menjadi baglan dari penllalan prestasi dlrekSI atau KPI (Key Performance Indeks) dlreksi. DISlnl komlsarls dari relawan blsa dltugaskan untuk mengawal hal tsb.

4. Atau BNPT memberi penyuluhan bukan hanya dl level direksi, tapi sampai dl levelltingkat karyawan di 115 BUMN.

Relevankah Bicara Mencegah Radikalisme di BUMN?

Pertanyaan im sekallgus menjawab keraguan, seolah blcara kebangsaan dan ant: radikallsme di BUMN tldak relevanl Hal ini terjadl karena kna menganggap BUMN semata sebagal enmas blsnls. Pencegahan terhadap faham radikallsme dI BUMN sangat re|evan karena memang faham itu sudah menjangklti BUMN. Walau BUMN sebagai entltas blsnls, yang mengu‘amakan profeSIonalltas dan proft, bukan berarti hulang karakter kebangsaannya.

Ada asse‘ negara di BUMN. Negara selaln harus memastikan kontribusi BUMN dalam APBN (pajak dan deviden), harus dlpastikan pula bahwa karakter kebangsaan di BUMN tetap ada. Yang harus hilang ltu karakter koruptlf, blrokratls dan semangat

mementingkan kepentmgan sendiri. Karena karakter kebangsaannya tak boleh hilang, maka Pancasula harus dljadikan nilai utama di BUMN, dan segala paham yang benentangan dengan Pancasila harus dislngklrkan.

Pembicara:
- prof.(Ris) hermawan Sulistyo
  ( Lipi)
- Dr. Halili
   ( Direktur setara institute)
- Tedy Wibisono
   ( Aktifis era 80-an, )
- M. Fadjrul Rachman
   ( komisaris utama Adi Karya )
- R. Haidar Alwi
   (Penanggung jawab ARJ)
- Muradi Ph.D
  ( Staf ahli Kapolri )
- Sarbini
  Aktifis 98
- Dr. Reza Hariyadi
  ( pengamat politik)

Moderator :
- DP. Youdha
 (Focus Wacana UI - Jurnalis Senior)
- Dr. Ir. Satrio Arismunandar
  ( presidium Focus Wacana UI )
(Red)

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)