Peran dan Eksistensi Milenial di Era Digital dalam Menangkal Hoaks

PostJakarta
0



Jakarta,

Hoaks atau kabar palsu kini mudah sekali ditemui di tengah-tengah masyarakat. Terlebih, seiring dengan berkembangnya era digital yang begitu pesat. 

Hoaks dapat mendatangkan berbagai macam masalah, bahkan hingga perseteruan antar kelompok. Keberadaan hoaks atau berita palsu ini, seolah menjadi racun yang mampu menjerumuskan para pengguna media sosial. 

Untuk itu, masyarakat diminta perlu berwaspada. Jangan sesekali mudah percaya dengan suatu kabar atau berita. Bisa jadi, hal itu merupakan hoaks. 

Anggota Komisi I DPR RI, H. Muhammad Farhan. S.E menegaskan, keberadaan hoaks ini harus dilawan dan ditangkal. Sebab jika dibiarkan, maka akan mendatangkan konflik.

"Demokrasi dan media sosial terkadang menjadi sebuah dilema, karena kerap kali kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi sering disalahgunakan sebagai penegasan terhadap identitas kelompok tertentu atas nama mayoritas. Banyaknya konflik berbasis perbedaan agama dan budaya terjadi di masyarakat, mulai dari maraknya ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas, serta bermunculannya ideologi intoleran hingga kejahatan terorisme, dan hoaks," jelas Farhan dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator bertajuk "Eksistensi Milenial di Era Digital dalam Menangkal Hoaks" pada Kamis (26/4/2022). 

Menurutnya, kebebasan dalam bermedia sosial harus dibarengi dengan tanggung jawab, karena media sosial adalah ruang publik dengan hukum. 

Ia menjelaskan, siapapun dapat menjadi pahlawan dalam hal menangkal hoaks. Sekalipun, kaum pemuda atau milenial. 

"Pada tahun 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan porsi 70% penduduk dalam usia produktif. Meningat gen milenial dan gen Z sebagai digital native atau generasi yang tumbuh dikelilingi oleh teknologi dan internet, maka tantangan bagi generasi muda ke depan adalah memitigasi risiko agar tidak menjadi korban dari sisi negatif teknologi," terangnya. 

Terutama di era digitalisasi, di mana fenomena banjir informasi tidak terbendung. Oleh karena itu, generasi muda dituntut mampu berpikir secara kritis dan mengedepankan common sense atau akal sehat dalam menanggapi segala isu. 

"Mengedepankan budaya literasi digital merupakan jantung bagi pertumbuhan demokrasi Indonesia ke depan," Imbuhnya. 

Farhan menerangkan bahwa para generasi muda pun harus terlibat aktif dalam gerakan literasi digital agar memiliki ketahanan dalam arus pusaran informasi di berbagai platform digital. 

"Generasi muda merupakan motor penggerak yang akan menjadi penopang kehidupan bangsa Indonesia ke depan. Era transformasi digital menjadi momentum bagi para pemuda untuk terlibat dalam demi menciptakan ekosistem digital yang lebih baik," tuturnya. 

Fenomena bonus demografi, kata Farhan, akan terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Maka, pentingnya menciptakan SDM yang adaptif, inovatif, komunikatif, kolaboratif dan solutif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan level of competitiveness masyarakat Indonesia di dunia.

Senada dengannya, salah seorang Jurnalis Tanah Air, Budi Adiputro menambahkan bahwa media massa itu sifatnya bebas. Apalagi Indonesia ini, merupakan negara yang menganut demokrasi yang memberikan hak untuk rakyatnya dalam berpendapat. Dengan demikian, kabar hoaks sangat mudah ditemui. 

"Nah, bagaiamana caranya kita mempercayai informasi-informasi yang ada dalam media massa? Sebenarnya ini mudah, yaitu dengan memakai etika dan pola verivikasi," sambungnya. 

Dengan demikian, lanjut Budi, bagi para pengguna sangat diperlukan kebijaksanaan. 

"Harus menggunkannya dengan bijak dan benar maka akan banyak manfaat serta keuntungan yang kita terima. Namun jika kita menggunakan media sosial dengan keluar dari jalan yang benar, maka itu dapat merugikan diri kita sendiri," jelasnya. 

Selain itu, faktor penting lainnya adalah pemahaman literasi digital. Kaum milenial dan pengguna lainnya dituntut untuk memahaminya. 

Dalam hal ini, Dirjen Aptika Kemkominfo, Samuel A Pangerapan, B.Sc mengatakan bahwa pihaknya akan menjadi garda terdepan dalam penanaman literasi digital ini kepada masyarakat.  

"Karena penggunaan internet perlu dibantu dnegan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan dengan produktif, bijak dan tepat guna," jelasnya. 

Sebab jika dilihat dari kondisi yang ada, tingkat literasi digital di Tanah Air kini masih belum mencapai tahap yang lebih baik. 

"Saat ini indeks literasi digital Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5, yang artinya, masih dalam kategori sedang belum mencapai tahap yang lebih baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan sehingga menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan litrerasi digital," pungkasnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)