KECERDASAN SOSIAL BURUK INDONESIA TERPURUK !

PostJakarta
1



(Santiamer H, C.Me)

Tulisan berjudul “Kecerdasan Sosial Buruk Indonesia Terpuruk!” Sengaja diketengahkan terkait dengan pembatalan Indonesia Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023 oleh FIFA. Keputusan pembatalan dilakukan sebagai jawaban atas sikap penolakan beberapa Partai Politik, Kepala Daerah provinsi Jawa Tengah, provinsi Bali dan sekelompok ormas Islam baru-baru ini. Kecerdasan sosial ini sangat penting dipahami dan tetap ditingkatkan kwalitasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memperjuangkan serta mempertahankan kepentingan nasional dalam semangat kebangsaan.

Jauh sebelum negara Indonesia ada, penyebutan yang lazim adalah nuswantara atau nusantara. Nusantara telah dihuni bangsa-bangsa dengan ragam latar belakang suku, adat dan agama yang berbeda, namun memiliki satu budaya yang sama, yaitu budaya Krigan (Sanksekerta) artinya : Pengerahan. Kemudian diadopsi ke dalam bahasa Jawa yang berarti gotong royong. Kata gotong berarti bekerja dan royong berarti bersama-sama. Sehingga, gotong royong memiliki arti tindakan untuk melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama/umum. Manusia gotong royong adalah manusia merdeka yang mempunyai kemampuan membina hubungan dan kerjasama dengan orang lain. Inilah yang disebut dengan Kecerdasan Sosial ( Stephen Jay, On Inteligence Monash University, 1994. Gardner).

Bangsa-bangsa bergotong royong dicirikan dengan keegalitarianan dan kekeluargaan. Mengutamakan musyawarah dalam hal memilih pemimpin dan mencari resolusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa-bangsa itu (dr. Merphin Panjaitan, Penulis buku Peradaban gotong royong, Tuhan Memberkati Indonesia, dan Revolusi Indonesia Menuntaskan Sejarahnya).

Perjumpaan dengan Peradaban Asing

Perjumpaan dengan peradaban India, Arab, dan Barat membawa pengaruh yang berbeda-beda terhadap bangsa-bangsa nusantara. Perjumpaan itu diawali dengan perdagangan timbal balik antara nusantara dengan dengan India, Arab dan Barat.

Perjumpaan dengan peradaban India membawa kemajuan bagi bangsa-bangsa nusantara. Hal ini terlihat dari lamanya pemerintahan dan luasnya penguasaan wilayah kerajaan Sriwijaya (abad ke 7 hingga abad ke 9) dan Majapahit (abad ke 13 hingga abad ke 16). Kemajuan lainnya adalah di bidang pengetahuan dan teknologi. Contohnya pembangunan Candi Muara Takus dan candi Borobudur pada era Sriwijaya dan Majapahit.

Peradaban Islam memasuki nusantara ketika kerajaan-kerajaan nusantara mulai mengalami kemunduran. Bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa melepaskan diri bukan hanya karena faktor politik, tetapi akibat hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Islamisasi di nusantara dipermudah dengan adanya dua faktor. Pertama : Keramahan bangsa-bangsa nusantara. Kedua : Banyak pedagang-pedagang muslim tinggal di perkampungan, menerima adat kebiasaan setempat, mengawini perempuan setempat dan mengislamkannya (dr. Merphin Panjaitan, Penulis buku Peradaban Gotong Royong, Tuhan Memberkati Indonesia, dan Revolusi Indonesia Menuntaskan Sejarahnya). Perjumpaan peradaban Arab dengan bangsa-bangsa nusantara berpengaruh besar dalam penyebaran agama Islam dan budaya Arab di nusantara.

Perjumpaan peradaban Barat dengan bangsa-bangsa nusantara dimulai pada abad ke 15. Budaya asli bangsa-bangsa nusantara bergotong royong sudah mengalami akulturasi. Perjumpaan terjadi dalam bentuk yang berbeda. Pertama-tama, dalam bentuk monopoli perdagangan rempah-rempah kemudian secara bertahap berubah menjadi penjajahan wilayah. Perubahan dari pedagang menjadi penjajah dimungkinkan karena persaingan antar kerajaan-kerajaan di nusantara. Kedua, dalam bentuk Pekabaran Injil (berita baik) di daerah pedalaman yang berlangsung ratusan tahun lamanya.

Perjumpaan peradaban Barat tidak semulus perjumpaan peradaban India maupun peradaban Arab dengan bangsa-bangsa nusantara. Benturan agama Kristen dengan Agama Islam yang terjadi di Eropa dan jajirah Arab berandil besar dalam pembentukan persepsi dan respon bangsa-bangsa nusantara atas peradaban Barat dan pemberitaan kabar baik (Injil).

Pada umumnya ada tiga bentuk respon terhadap hegemoni kemajuan Barat. Meniru sama sekali karena terpesona dan hanyut dalam tradisi Barat. Respon kedua adalah bersikap anti sama sekali terhadap Barat, yakni sikap xenophobia yang berlebihan. Yang ketiga adalah respon yang realistis dan kritis dengan landasan pemikiran bahwa peradaban bersifaf dinamis yang mengandung plus dan minus (M. Aris Rofiqi, Benturan Peradaban Islam dan Barat. Jurnal Studi Islam, Volume 02, Nomor 1, Pebruari 2002, hlm. 5). Bangsa-bangsa nusantara yang sebelumnya telah mengalami perjumpaan dengan peradaban India dan Arab mengalami perubahan atau dinamika budaya asali gotong royong dalam komposisi dan intensitas yang berbeda-beda di setiap daerah. Monopoli perdagangan dan penjajahan wilayah oleh Barat menimbulkan penderitaan lahir bathin yang luar biasa bagi bangsa-bangsa nusantara. Mereka memberikan respon yang berbeda-beda terhadap peradaban Barat sesuai dengan masif tidaknya kadar pengaruh budaya India dan Arab kepada budaya bangsa-bangsa nusantara. Respon paling menonjol adalah sikap anti atau xenophobia yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang terkait dengan Barat. Mereka dikategorikan sebagai Fundamentalis Islam. Para Fundamentalis ini tidak hanya anti terhadap Barat, tetapi terhadap bangsa-bangsa nusantara yang menerima dengan atau tanpa kritis peradaban Barat.

Indonesia Sebagai Negara Bangsa (Nation State)

Perjumpaan peradaban asing dengan bangsa-bangsa nusantara selain membawa kemajuan ilmu, teknologi, dan seni juga turut menggerus budaya gotong royong. Namun demikian, penjajahan berabad-abad lamanya yang telah menimbulkan penderitaan lahir bathin yang luar biasa bagi bangsa-bangsa nusantara serta masih adanya semangat gotong royong mampu menghantarkan tokoh-tokoh pendidikan tahun 1908 pada

kesadaran tentang harga diri sebagai suatu bangsa atau kehormatanya untuk menemukan jatidirinya yang hilang. Kesadaran serta pengenalan substantif akan jatidiri bangsa mendorong lahirnya semangat Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908.

Kebangkitan nasional menginspirasi dan mendorong lahirnya Sumpah Putra- Putri bangsa-bangsa nusantara pada tanggal 28 Oktober 1928 untuk bersumpah : “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Persatuan Indonesia” Kesinambungan dari semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 mewujud menjadi Jiwa dan Semangat juang para Pejuang, para Pejuang Perintis kemerdekaan dalam semboyan “ Merdeka atau mati! Lebih baik hancur bersama debunya kemerdekaan daripada hidup makmur dalam alam penjajahan!” Anak-anak bangsa inilah yang memproklamirkan Kemerdekaan negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Bangsa-bangsa penghuni nusantara yang memiliki latar belakang budaya, suku dan agama yang berbeda-beda dipersatukan oleh kesadaran akan jatidiri dan semangat persatuan untuk berkonsensus mempersatukan diri dalam satu negara Kesatuan bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bangsa-bangsa di nusantara yang bersatu hati bersepakat membentuk dan mempersatukan diri dalam satu negara, maka Indonesia disebut sebagai negara bangsa (nation state). Terma bangsa diturunkan kelasnya menjadi suku bangsa. Pengorbanan lahir dan bathin dari bangsa- bangsa penghuni nusantara yang luar biasa!

Fundamentalis Islam yang sangat anti terhadap Barat serta kelompok yang menerimanya dengan sukarela maupun kritis menampakkan ambisi tersembunyinya yaitu keinginan menjadikan Indonesia merdeka menjadi negara Islam dengan mencantumkan tujuh kata pada sila pertama Pancasila : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Mr. Johannes Latuharhary, Sam Ratulangi, I Ketut Gusti Pudja, Andi Pangeran Petta Rani, Andi Sultan Daeng Radja, golongan non-muslim dan golongan Indonesia Timur menolak dengan tegas pencantuman ketujuh kata tersebut. Bahwa perwakilan beragama Kristen dari Indonesia Timur dapat saja memutuskan untuk memisahkan diri dari Indonesia apabila ketujuh kata tersebut tidak dicabut. Mr. Johannes Latuharhary juga menolak adanya satu kementerian yang khusus mengurusi agama. Latuharhary menilai bahwa persoalan tersebut sensitif dan bisa menciderai semangat kebangsaan yang sedang digalakkan dan dibangun.

        

Refleksi Penolakan Kehadiran Israel di Piala Dunia U-20 2023

Banyak indikasi yang dapat diketengahkan sebagai bukti betapa Kecerdasan Sosial partai politik tertentu, politisi tertentu, oknum-oknum tertentu penyelenggara negara/pemerintahan di berbagai lembaga tinggi negara mulai dai pusat sampai daerah, ormas-ormas Islam, dan perseorangan dari berbagai kelompok agama sangat buruk.

Indikasi-indikasi itu antara lain : Penghinaa/penistaan terhadap agama tertentu, pembubaran paksa peribadatan, penutupan rumah ibadah, pemaksaan kehendak terhadap pemerintah, dan kelompok lainnya, penegakan hukum yang tidak adil (tebang pilih), pola hidup hedonis, dan melacurkan ajaran agama demi uang. Puncaknya adalah dalam bentuk penolakan ramai-ramai atas nama agama dan konstitusi terhadap kehadiran tim Israel pada perhelatan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama, FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.

Menjadi pertanyaan yang perlu dijawab secara jujur oleh sejumlah penolak kehadiran Israel di Indonesia adalah, apakah keputusan penolakan tersebut otomatis membuat Palestina merdeka? Keuntungan apa yang diperoleh Indonesia dengan penolakan tersebut? Terus terang saja, di mata rakyat, anda-anda semuanya yang masuk dalam kelompok penolak kehadiran tim Israel di Indonesia adalah pengkhianat bangsa yang telah merusak kepentingan nasional. Anda-anda semuanya (maaf) adalah kelompok yang memiliki kecerdasan sosial sangat buruk.

Mari! Jangan pilih partai-partai, calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang memiliki Kecerdasan Sosial buruk. Mereka tidak akan mampu : Melindungi segenap bangsa; Melindungi tanah air Indonesia; Mensejahterakan segenap bangsa Indonesia; Mencerdaskan; Dan mampu menciptakan ketertiban umum kecuali kerusuhan demi kerusuhan. Mereka adalah virus yang akan menghancurkan masa depan gemilang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kecerdasan Sosial buruk Indonesia Terpuruk!

(Santiamer H, C.Me : Ketua Umum Jaga Pancasila Zamrud Khatulistiwa (Galaruwa) 2022-2026)

Tags

Posting Komentar

1Komentar

  1. Indonsia ini udah di Kutuk Tuhan semenjak dr Zaman Soekarno karna membenci Israel dan mengutuk Israel. Bener banget Tulang Indonesia bukan Nation State lagi. Tp De Facto is Khilafah. Pemerintah membuat MAKAR krn melakukan pembiaran terhadap kaum minoritas yg mengalami persekusi. Pemerintah tdk menjalankan UUD 1945 dan pancasila terhadap non muslim yg diperkusi. Banyak ibadah gereja ditutup. Dilarang buat gereja. Pdhal kalian buat masjid saja sy yakin banyak gak pny ijin. Pdhal di dalam pancasila dan uud tidak ada kata2 mayoritas dan minorotas semua kedudukan sama. Kita harus segera membubarkan diri pecah merdeka semua papua dll jika pemerintah melakukan pembiaran trhdp kaum minoritas yg dipersekusi kaum mayoritas. Tidak sesuai dgn dasar Negara yg dibuat apa yg terjadi didalam kehidupan sosial Indonesia sehari2.

    BalasHapus
Posting Komentar